2009-01-24

yang Besar Karena Dedikasi dan yang Besar Karena Uang

Dalam hitungan bulan ke depan, nasib bangsa ini akan dipertaruhkan dalam suatu event besar yang bernama PEMILU atau sering-sering disebut "Pesta Demokrasi". Sebuh pesta yang maha penting yang menentukan arah bangsa Indonesia, apakah akan terus statis ditengah gelombang arus teknologi dan peradaban abad ke-21 atau cuma gigit jari dan menjadi penonton.

dalam minggu-minggu ini, konsolidasi politik telah marak dikalangan elit politik negeri ini. Mulai dari WAJAH-WAJAH LAMA macam Megawati dan Wiranto, Serta wajah baru tapi lama macam Sultan Hamengkubuwono, atau yang benar-benar baru macam Jenderal (purn) Prabowo dan Sutrisno Bahir.

Mulai dari pak Wiranto, purnawirawan TNI dan bekas Pangab di era reformasi tahun 1998, kembali mencalonkan diri dari partainya sendiri HANURA, setelah belum berhasil melenggang ke kursi presiden di PEMILU 2004 lalu lewat dukungan GOLKAR waktu itu.






































Kali ini, mencoba kembali maju tampil sebagai capres, dengan reputasi yang lumayan bagus sebagai seorang "pengawal reformasi"

Ibu Megawati Soekarnoputri, entah karena sentimen pribadi (padahal begitu kukagumi ayahnya), saya kurang antusias dengan calon satu ini. Sebagai bekas presiden yang menurutku memiliki raport merah. Padahal partai yang mengusungnya memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, PDIP, namun tak kuliat jiwa itu pada ibu yang satu ini. Yang paling disesalkan tentunya berbagai penjualan aset bangsa kepada investor asing.

Ah begitu berlawanan dengan sang ayah yang begitu menentang imperialisme dan kapitalisme, si Mega begitu getol terhadap mereka itu. "Inggris Kita Linggis, Amerika kita Setrika" atau " Go to Hell With Ur Aid", begitulah semboyan sang pemimpin, bung Karno. Berbalik 180 derajat dengan sang anak saat memimpin.


Sultan Hamengkubuwono, Sultan Jogja, sosok yang begitu dijunjungi oleh masyarakat Jogjakarta, bahkan ketika ada RUU tentang daerah istimewa yang akan mengubah Jogjakarta menjadi daerah lain yang dipimpin seorang Gubernur, tidak istimewa lagi. rakyat sana berdemo menolak karena masih berharap Sultan yang mengayomi dan memimpin mereka.

Sultan hamengkubuwono yang tak pernah kuingat yang keberapa ini karena menggunakan abjad Romawi diujungnya belum terlalu kukenal, selain sebagai Sultan Jogjakarta, anak dari Sultan sebelumnya. Sebagai seorang Pram'ers, satu pandangan yang kadang terbersit. WARISAN RAJA-RAJA JAWA AKAN SELALU TURUN-TEMURUN,SEJAK RUNTUHNYA MAJAPAHIT.

Dua tokoh terakhir adalah Jenderal (Purn) Prabowo dan Sutrisno Bahir yang sering muncul di TV lewat iklannya, sebagai orang awam, cuma tergidik dan terheran karena seberapa besar uang mereka itu selalu muncul di Televisi lewat iklan politik yang kadang "MENGULANG SESUATU YANG TELAH DIUCAPKAN SEBELUMNYA". Isu macam kemiskinan, pelayanan gratis, memang selalu jadi senjata dalam kampanye.























Tak pelak lagi uanglah yang membesarkan mereka, bukan karena sesuatu yang berguna bagi masyarakat seperti tokoh-tokoh sebelumnya. Apalagi jika telah muncul iklan politik macam "SAYA SB UNTUK EURO 2008" cuma bisa bergumam "Apa hubungannya coba!!!???" atau ketika mendengar iklan macam ini "GENRINDRA!!!" di TV maka yang terlintas dibenakku adalah film "Lord of War" yang dibintangi Nicholas Cage , ah nonton sendiri filmnya dan ikuti jalan ceritnya yang begitu mengguggah dan menyadarkan, kadang betapa jika militer yang berkuasa, maka mereka akan seenaknya terhadap sipil macam di Orde Baru, meskipun berbeda dengan yang ada saat ini, karena tidak semua seperti itu.



No comments:

Post a Comment